Indonesia Peringkat Dua Dunia Kasus TBC, Jawa Tengah Jadi Sorotan Utama: Intervensi Mentari Sehat Indonesia (MSI) Dalam Penanganan LTFU

Peningkatan kasus Tuberkulosis (TBC) membuat Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dengan jumlah kasus TBC tertinggi – Jawa Tengah, salah satu provinsi dengan kasus terbesar, mencatatkan Kota Semarang sebagai daerah dengan angka kasus tertinggi. Bersamaan dengan peningkatan kasus, terdapat lonjakan signifikan pada pasien yang mangkir dalam pengobatan atau disebut Loss To Follow Up (LTFU). Faktor-faktor seperti efek samping obat dan kendala ekonomi menjadi penyebab utama mangkirnya pasien, yang sebagian besar adalah tulang punggung keluarga dan merasa terganggu aktivitasnya akibat efek obat.

Menurut data Kementerian Kesehatan (KEMENKES) tahun 2023, kasus TBC di Jawa Tengah mencapai 70.882 pada tahun 2022, menyumbang 10,2% dari total nasional sebesar 694.808 kasus. Tingginya angka kasus TBC masih menyisakan tantangan besar, terutama dalam hal angka kesembuhan yang masih di bawah target nasional 86%. Angka LTFU di Jawa Tengah meningkat 37% dari tahun 2021, dengan jumlah kasus mencapai 4.974 pada tahun 2022.

Sebagai intervensi, komunitas melalui Program PPM (Public-Private Mix) berupaya melacak dan mengedukasi pasien yang sudah berstatus LTFU agar mau kembali berobat. Namun, belum ada dukungan pendanaan khusus untuk intervensi pasien mangkir dari pemerintah maupun komunitas. Untuk itu, edukasi terkait efek obat secara kimiawi sangat penting diberikan kepada Manager Kasus dan Patient Supporter yang bertanggung jawab dalam mendampingi pasien.

Permasalahan Mitra dan Upaya Penanganan

Tingginya angka LTFU menjadi tantangan bagi Dinas Kesehatan dan komunitas, menghambat pencapaian target eliminasi TBC di Jawa Tengah. Suksesnya eliminasi TBC memerlukan dukungan dari berbagai sektor, baik finansial maupun lainnya. Pasien mangkir yang tidak terobati dapat memperburuk kondisi penyakitnya dan menurunkan angka kesembuhan nasional.

Efek samping obat-obatan TBC, seperti isoniazid yang dapat menyebabkan kerusakan hati dan neuropati perifer, rifampisin yang mengubah warna cairan tubuh, ethambutol yang memengaruhi penglihatan, dan pyrazinamide yang menyebabkan gangguan hati dan nyeri sendi, seringkali menjadi alasan pasien mangkir dari pengobatan. Selain itu, efek samping umum lainnya seperti mual, gangguan pencernaan, ruam kulit, dan gangguan tidur juga mengganggu aktivitas sehari-hari pasien, terutama mereka yang menjadi tulang punggung keluarga.

Kota Semarang, sebagai salah satu daerah dengan kasus LTFU tertinggi di Jawa Tengah, menjadi fokus utama intervensi. Mentari Sehat Indonesia (MSI), komunitas eliminasi TBC di Jawa Tengah, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan daerah, serta Puskesmas dan rumah sakit dalam program eliminasi TBC. MSI berencana untuk memberikan pelatihan psikososial dan edukasi terkait efek obat kepada Manager Kasus dan Patient Supporter, guna mendukung mereka dalam mendampingi pasien mangkir.

Target  Program

Program ini menargetkan pasien TBC yang teridentifikasi mangkir di Kota Semarang, dengan tujuan memberikan pelatihan kepada Manager Kasus dan Patient Supporter untuk mendampingi pasien mangkir agar kembali berobat secara teratur hingga sembuh. Diharapkan, intervensi ini dapat menurunkan angka LTFU di Kota Semarang pada tahun 2024.

Pelaksanaan program dimulai dengan koordinasi antara Tim UNDIP dan MSI dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk membentuk alur distribusi data pasien mangkir di semua fasilitas kesehatan di Kota Semarang. Manager Kasus dan Patient Supporter akan mendapatkan pelatihan psikososial dan edukasi efek obat dari akademisi dan pelaku sosial TBC. Data pasien mangkir yang diperoleh kemudian didistribusikan kepada Manager Kasus dan Patient Supporter untuk dilakukan kunjungan dan pendampingan psikososial agar pasien bersedia melanjutkan pengobatan.

Tantangan dan Solusi

Risiko utama dalam program ini adalah hilangnya motivasi pasien TBC dalam menjalani pengobatan. Selain itu, kendala ekonomi dan stigma masyarakat terhadap penderita TBC juga menjadi hambatan eksternal. Untuk mengurangi risiko ini, program lanjutan seperti Monthly Meeting dan Quartal Meeting dengan melibatkan berbagai pihak terkait, serta kunjungan rumah pasien oleh Psychosocial Visitor, akan dilakukan. Dukungan psikososial dan bantuan finansial dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota serta Lembaga Filantropi juga diharapkan dapat membantu mengatasi hambatan yang ada.

Dengan implementasi program yang tepat, diharapkan angka LTFU di Jawa Tengah dapat menurun, meningkatkan angka kesembuhan dan mendukung target eliminasi TBC pada tahun 2030 sesuai dengan strategi nasional dan SDGs nomor 3.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top